LAM, Dekranasda dan PWI Protes Motif Melayu Riau Dipatenkan Pengusaha BandungĀ
Ketua LAMR Datuk Seri H Alazhar bersama PWi Riau dalam Konferensi Pers di Gedung LAMR Jalan Diponegoro, Pekanbaru, Selasa (23/3/2021).
PEKANBARU-(KIBLATRIAU.COM)-- Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau, Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Riau serta PWI Riau menyampaikan protes dan keberatan terkait dengan adanya motif Melayu Riau dipatenkan pengusaha konveksi dari Bandung, Jawa Barat.
"Kita dari LAM Riau segera menyurati Kementerian Hukum dan HAM, terkait didaftarkannya motif Melayu Riau di Direktorat HAKI oleh pengusaha asal Bandung," tegas Ketua LAMR Datuk Seri H Alazhar dalam Konferensi Pers di Gedung LAMR Jalan Diponegoro, Pekanbaru, Selasa (23/3/2021).
Hadir dalam Konpers tersebut mantan Ketua LAMR Pelalawan Datuk Tengku Edi Sabli, Ketua PWI Riau H Zulmansyah Sekedang, perwakilan Dekranasda Riau Dahroni serta aktivis Pemuda Riau Rinaldi Sutan Sati.
Protes dan keberatan LAMR serta Dekranasda bermula dari peristiwa seorang guru budaya Melayu di salah satu SMK di Pekanbaru berinisial ES, terpaksa berurusan dengan polisi, bahkan ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Riau.
Dimana kasus yang menimpa ES adalah persoalan bisnis kain batik bermotif Melayu Riau yang merupakan hak komunal masyarakat Melayu Riau.
Di hadapan datuk-datuk pengurus LAM Riau, Ibu ES menceritakan bahwa sebelumnya dia bekerjasama dengan salah seorang pengusaha di Kota Bandung untuk mencetak baju batik dengan motif Melayu Riau untuk anak-anak sekolah.
Namun pada tahun 2017 dan 2018, ES memutuskan kerjasama dengan pengusaha dari Kota Bandung tersebut karena harga yang diberikan terlalu mahal. Sementara baju batik tersebut akan dipasarkan ke sekolah-sekolah di Riau.
ES pun tak menyangka, akibat pemutusan kerjasama ini pengusaha di kota Bandung tersebut akhirnya mengklaim bahwa motif batik hak komunal masyarakat Melayu tersebut didaftarkan di Kemenkumham di Jakarta untuk mendapatkan HAKI.
Sementara Dekranasda Riau pada tahun 2007 lalu telah mendaftarkan 44 motif batik Melayu di Kemenkumham Jakarta dan telah mendapatkan Sertifikat HAKI termasuk motif Melayu yang diklaim dan diaftarkan pengusaha asal Bandung tersebut.
Hal tersebut disampaikan Dahroni Pengurus Dekrenasda Riau sambil melihatkan bukti-bukti fisik kepada wartawan yang mengikuti konfrensi Pers di Gedung LAM Riau.
Menurut ES lagi, pengusaha garmen dari kota Bandung itu memberikan kuasa kepada salah seorang pengusaha tekstil di Pekanbaru untuk diajak berdamai serta meminta uang Rp.150 juta. Permintaan tersebut dikabulkan ES.
"Setelah ditunggu-tunggu, kesepakatan perdamaian untuk mencabut laporannya tak dilaksanakan oleh pengusaha tekstil di Pekanbaru. Sehingga kasusnya terus dilanjutkan pihak Dirkrimsus Polda Riau dengan akhirnya saya berstatus tersangka," ujar ES kepada wartawan di Pekanbaru.
Tidak cukup dengan Rp.150 juta, pengusaha tekstil di Pekanbaru selaku yang diberi kuasa oleh pengusaha dari Bandung itu juga memintanya uang Rp.500 juta untuk perdamaian terakhir. Namun, permintaan tersebut ditolak ES.
Menyikapi persolaan tersebut LAM bersama PWI Riau angkat bicara.
Majelis Kerapatan Adat (MKA) LAM Riau Datuk H. Al Azhar mengatakan kasus ini aneh kalau mengikut alur dan patut budaya melayu. "Kita tidak mau hak komunal melayu Riau dipatenkan milik pribadi," ujar Al Azhar.
Ditambahkan Al Azhar LAM Riau akan berkirim surat ke Kemenkumham untuk membatalkan HaKi yang diklaim oleh pengusaha garmen dari Bandung tersebut.
Al Azhar menyebutkan apa yang dilaksanakan Dekrenasda Riau untuk mempatenkan motif batik Riau pada tahun 2007 lalu sudah sangat tepat. Karena Dekrenasda Riau adalah representasi LAM Riau sebagai lembaga pemerintah Provinsi Riau.
Motif batik-batik komunal budaya melayu Riau ini juga telah dibukukan pemerintah secara rapi dengan dua bentuk yaitu berbahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Buku-buku motif batik melayu ini telah disebar luaskan ke seluruh provinsi di Indonesia sebagai bentuk promosi daerah Riau.
Hal senada juga disampaikan mantan Ketua LAM Pelalawan T. Edi Sabli yang saat ini menjadi pengurus LAM Riau.
Edi Sabli hadir pada saat konferensi pers memperkuat keterangan ES. Sebab sebelum baju batik dengan motif Melayu ini dipakai oleh pelajar di sekolah, ES telah berkoordinasi dengannya dan membuat surat persetujuan.
Sebab salah satu motif batik itu berasal dari Kabupaten Pelalawan.
"Disayangkan jika diklaim secara pribadi.
Kembalikan Hak Komunal masyarakat melayu Riau. Kalau memang perusahan di Bandung menempuh jalur hukum, maka kita akan dukung dengan jalur hukum. Karena negara kita negara hukum," sebut Edi Sabli.
Sikap tegas demi menjaga marwah Riau atas kasus ini disampaikan Ketua PWI Riau H Zulmansyah Sekedang. Dia meminta pihak pengusaha Bandung untuk mencabut laporannya selambat-lambatnya 3 x 24 jam terhadap Ibu ES. Pasalnya, motif batik Melayu yang diklaim pengusaha tersebut sebagai miliknya sebagai awal mula perkara, ternyata sudah didaftarkan Dekranasda Riau sejak 2007 lalu.
Kalau tidak mau mencabut laporan, PWI Riau mendorong LAMR dan Dekranasda Riau untuk mengambil langkah-langkah hukum terhadap pengusaha Bandung, sekaligus sebagai upaya untuk mempertahankan kekayaan budaya daerah Riau agar tidak diambil pihak lain.
Dia menilai, kasus yang kini dihadapi Ibu ES sangat menyedihkan. Karena Ibu ES sudah berusaha dan bersusah payah untuk membangkitkan warisan Melayu Riau dan melestarikannya tiba-tiba tersandung kasus hukum. "Ibu ES ini harus kita bela bersama-sama," tutur Zulmansyah.(Rls/Hen)